Filosofinews.com., Makassar (08/05) - Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Fatmawati Rusdi, secara resmi membuka Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2025, yang digelar di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, pada Kamis, 8 Mei 2025.
Dalam sambutannya, Fatmawati menegaskan bahwa stunting masih menjadi permasalahan serius yang memerlukan pendekatan kolaboratif lintas sektor. Ia menekankan bahwa percepatan penurunan stunting tidak dapat dilaksanakan oleh satu atau dua instansi saja, melainkan harus dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Stunting bukan semata persoalan pertumbuhan fisik anak, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia di masa depan. Ini adalah pekerjaan besar yang harus dikerjakan bersama, lintas sektor,” ujarnya.
Fatmawati juga menyoroti pentingnya sinergi antarlembaga dalam menangani isu stunting. Ia menyebutkan masih terdapat daerah yang belum memahami secara tepat sektor utama (leading sector) dalam upaya penurunan stunting serta peran strategis TPPS.
“Penanganan stunting bukan hanya tugas Dinas Kesehatan atau Dinas Pemberdayaan Perempuan, tetapi melibatkan sedikitnya 14 perangkat daerah dan instansi, termasuk BKKBN, BPOM, dan Kementerian Agama. Semuanya harus berkolaborasi secara aktif,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fatmawati mengapresiasi kontribusi nyata Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dalam mendukung program penurunan stunting. Sebagai bentuk komitmen, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah menyalurkan bantuan kepada 10 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting tertinggi pada peringatan Hari Kartini pekan lalu.
Ia juga menyoroti keberhasilan Kabupaten Takalar dalam menurunkan prevalensi stunting secara signifikan, dan berharap pendekatan yang diterapkan di Takalar dapat dijadikan contoh oleh daerah lainnya.
“Yang terpenting bukan hanya mengejar angka. Saya ingin, ketika hasil survei selanjutnya keluar, angka stunting di Sulawesi Selatan sudah berada di satu digit. Saya yakin, selama semangat itu ada, kita dapat mewujudkan penurunan stunting yang nyata,” tegasnya.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Sulawesi Selatan pada tahun 2022 tercatat sebesar 27,2%, meningkat menjadi 27,4% pada 2023. Namun, pada 2024 berhasil turun signifikan menjadi 23,3%.
Rapat koordinasi ini menjadi momentum penting untuk menyamakan persepsi dan merumuskan langkah-langkah strategis antar kabupaten/kota dalam mempercepat penurunan angka stunting di Sulsel.
Sebagai Ketua TPPS Provinsi Sulsel, Fatmawati memimpin langsung proses monitoring dan evaluasi (monev) terhadap pelaksanaan aksi percepatan penurunan stunting di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan diawali dengan pemaparan dari beberapa daerah dengan prevalensi stunting yang masih tergolong tinggi, antara lain Jeneponto, Enrekang, Takalar, Maros, dan Tana Toraja. Masing-masing daerah menyampaikan analisis situasi serta tantangan yang dihadapi dalam implementasi program.
Sementara itu, kabupaten/kota dengan prevalensi stunting yang rendah, seperti Barru, Bone, dan Selayar, turut mempresentasikan praktik-praktik baik (best practices) yang telah diterapkan dan dinilai efektif dalam menurunkan angka stunting. Praktik-praktik ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi daerah lain.
Wakil Gubernur mendorong agar kabupaten/kota yang masih memiliki angka stunting dua digit segera mengoptimalkan strategi penanganan agar dapat menurunkannya ke satu digit.
Rapat koordinasi ini turut dihadiri oleh para Wakil Bupati dan Wakil Wali Kota se-Sulawesi Selatan, Ketua TPPS kabupaten/kota, Dinas P3A Dalduk KB Provinsi Sulsel, serta perwakilan dari BKKBN, BPOM, Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, dan sejumlah perangkat daerah terkait lainnya.
Tulis Komentar